Luka itu terasa teriris perih menyayat hati. Sosoknya perempuan yang sederhana, selalu tersenyum namun rapuh. Sekian tahun lalu dirinya berpisah dengan suaminya, tidak pernah dia membayangkan pernikahan itu hancur begitu saja tanpa disadari. Suami terpikat dengan perempuan lain. Disaat dirinya tersadar, semua terlambat, palu telah diketuk dan dia menjalani hari-harinya dengan luka perih dihati, hanya putri yang masih kecil ikut bersamanya. Harta, rumah, deposito bahkan mobil dibawa oleh sang suami. Derita itu seolah tak ujung, dengan bercucuran air mata dalam kesendirian harus menjaga putrinya yang tengah terbaring lemah di rumah sakit dan ketika putrinya bertanya, 'Ma, ayah mana? Kok nggak nengok putri?' Kata-kata yang keluar dari bibir mungil tak mampu dijawabnya, hanya isak tangis yang terdengar. Setelah sepekan menunggu di Rumah Sakit, dirinya menyaksikan bagaimana putri yang dicintainya menghembuskan napas terakhir. Didekap dalam pelukan. Tak kuasa untuk bisa menahan derita bagaimana harus menjalani hidup.
Sejak itu, dia selalu mengurung diri dalam kamar. Tak peduli siang, malam. Hari terus berlalu, yang ada hanyalah mengusap air mata dalam kesendirian, diam membisu dalam doa. 'Ya Allah, dimanakah Engkau? Kenapa Engkau timpakan ini semua kepadaku?' Dua bulan berlalu begitu cepat, wajahnya terlihat lebih kurus, tanpa makan dan hanya sedikit minum. Mukena yang dipakainya sudah terlihat usang. Bibirnya mengering sudah tidak lagi teringat berapa kali istighfar diucapkan. Memohon ampun kepada Allah. Ditengah kondisi tubuhnya melemah, seorang ibu datang menyuapi dirinya dengan bubur ayam. Kata-katanya begitu menguatkan hati, tidak mampu berkata apa-apa, hanya terisak tangis pilu. Pada saat itulah dirinya belajar untuk menerima realitas hidup. Kedatangan dirinya bersama seorang sahabat ke Rumah Amalia untuk bershodaqoh dengan berharap Allah menyembuhkan luka dihatinya.
Dirasakan di dalam hatinya terasa ada kehangatan yang mengalir, memberikan kesejukan dan ketenteraman. Dia tahu, bahwa dirinya tidak sendiri, banyak perempuan yang mengalami seperti dirinya. Dia merasakan luka itu perlahan-lahan sembuh. Berulang kali mengucapkan syukur alhamdulillah, seolah dia mengerti maksud Allah, menjadi lebih mengerti kasih sayang Allah kepada dirinya. Yang manis mampu membuatnya tersenyum, kepahitan tidak lagi mampu membuat hatinya terluka. Dirinya tidak lagi terjebak pada masa lalu dan tidak menyesali apa yang telah terjadi. 'Saya yakin Allah, memberikan yang terbaik bagi setiap hambaNya.' tuturnya sore itu di Rumah Amalia. Wajahnya berbinar penuh senyuman. Kebahagiaan itu hadir di dalam hatinya dalam keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
'Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia orang yang berbuat kebaikan maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.' (QS. Luqman : 22).
Rabu, 01 Juni 2011
Perih Menyayat Hati
Luka itu terasa teriris perih menyayat hati. Sosoknya perempuan yang sederhana, selalu tersenyum namun rapuh. Sekian tahun lalu dirinya berpisah dengan suaminya, tidak pernah dia membayangkan pernikahan itu hancur begitu saja tanpa disadari. Suami terpikat dengan perempuan lain. Disaat dirinya tersadar, semua terlambat, palu telah diketuk dan dia menjalani hari-harinya dengan luka perih dihati, hanya putri yang masih kecil ikut bersamanya. Harta, rumah, deposito bahkan mobil dibawa oleh sang suami. Derita itu seolah tak ujung, dengan bercucuran air mata dalam kesendirian harus menjaga putrinya yang tengah terbaring lemah di rumah sakit dan ketika putrinya bertanya, 'Ma, ayah mana? Kok nggak nengok putri?' Kata-kata yang keluar dari bibir mungil tak mampu dijawabnya, hanya isak tangis yang terdengar. Setelah sepekan menunggu di Rumah Sakit, dirinya menyaksikan bagaimana putri yang dicintainya menghembuskan napas terakhir. Didekap dalam pelukan. Tak kuasa untuk bisa menahan derita bagaimana harus menjalani hidup.
Sejak itu, dia selalu mengurung diri dalam kamar. Tak peduli siang, malam. Hari terus berlalu, yang ada hanyalah mengusap air mata dalam kesendirian, diam membisu dalam doa. 'Ya Allah, dimanakah Engkau? Kenapa Engkau timpakan ini semua kepadaku?' Dua bulan berlalu begitu cepat, wajahnya terlihat lebih kurus, tanpa makan dan hanya sedikit minum. Mukena yang dipakainya sudah terlihat usang. Bibirnya mengering sudah tidak lagi teringat berapa kali istighfar diucapkan. Memohon ampun kepada Allah. Ditengah kondisi tubuhnya melemah, seorang ibu datang menyuapi dirinya dengan bubur ayam. Kata-katanya begitu menguatkan hati, tidak mampu berkata apa-apa, hanya terisak tangis pilu. Pada saat itulah dirinya belajar untuk menerima realitas hidup. Kedatangan dirinya bersama seorang sahabat ke Rumah Amalia untuk bershodaqoh dengan berharap Allah menyembuhkan luka dihatinya.
Dirasakan di dalam hatinya terasa ada kehangatan yang mengalir, memberikan kesejukan dan ketenteraman. Dia tahu, bahwa dirinya tidak sendiri, banyak perempuan yang mengalami seperti dirinya. Dia merasakan luka itu perlahan-lahan sembuh. Berulang kali mengucapkan syukur alhamdulillah, seolah dia mengerti maksud Allah, menjadi lebih mengerti kasih sayang Allah kepada dirinya. Yang manis mampu membuatnya tersenyum, kepahitan tidak lagi mampu membuat hatinya terluka. Dirinya tidak lagi terjebak pada masa lalu dan tidak menyesali apa yang telah terjadi. 'Saya yakin Allah, memberikan yang terbaik bagi setiap hambaNya.' tuturnya sore itu di Rumah Amalia. Wajahnya berbinar penuh senyuman. Kebahagiaan itu hadir di dalam hatinya dalam keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
'Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia orang yang berbuat kebaikan maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.' (QS. Luqman : 22).
Sejak itu, dia selalu mengurung diri dalam kamar. Tak peduli siang, malam. Hari terus berlalu, yang ada hanyalah mengusap air mata dalam kesendirian, diam membisu dalam doa. 'Ya Allah, dimanakah Engkau? Kenapa Engkau timpakan ini semua kepadaku?' Dua bulan berlalu begitu cepat, wajahnya terlihat lebih kurus, tanpa makan dan hanya sedikit minum. Mukena yang dipakainya sudah terlihat usang. Bibirnya mengering sudah tidak lagi teringat berapa kali istighfar diucapkan. Memohon ampun kepada Allah. Ditengah kondisi tubuhnya melemah, seorang ibu datang menyuapi dirinya dengan bubur ayam. Kata-katanya begitu menguatkan hati, tidak mampu berkata apa-apa, hanya terisak tangis pilu. Pada saat itulah dirinya belajar untuk menerima realitas hidup. Kedatangan dirinya bersama seorang sahabat ke Rumah Amalia untuk bershodaqoh dengan berharap Allah menyembuhkan luka dihatinya.
Dirasakan di dalam hatinya terasa ada kehangatan yang mengalir, memberikan kesejukan dan ketenteraman. Dia tahu, bahwa dirinya tidak sendiri, banyak perempuan yang mengalami seperti dirinya. Dia merasakan luka itu perlahan-lahan sembuh. Berulang kali mengucapkan syukur alhamdulillah, seolah dia mengerti maksud Allah, menjadi lebih mengerti kasih sayang Allah kepada dirinya. Yang manis mampu membuatnya tersenyum, kepahitan tidak lagi mampu membuat hatinya terluka. Dirinya tidak lagi terjebak pada masa lalu dan tidak menyesali apa yang telah terjadi. 'Saya yakin Allah, memberikan yang terbaik bagi setiap hambaNya.' tuturnya sore itu di Rumah Amalia. Wajahnya berbinar penuh senyuman. Kebahagiaan itu hadir di dalam hatinya dalam keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
'Barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia orang yang berbuat kebaikan maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.' (QS. Luqman : 22).
Langganan:
Postingan (Atom)